Berharap Pada Manusia Itu Menyakitkan
Teman-teman para pembaca
yang budiman. Ungkapan pada judul tulisan ini “berharap pada manusia itu menyakitkan”mungkin sudah banyak yang
tahu. Banyak juga yang sudah memahami bahwa berharap pada manusia itu sama saja
dengan musyrik, karena berharap itu tidak boleh kepada manusia tetapi kepada
Allah SWT.
Memang secara teori hal
itu gampang diucapkan tetapi susah untuk dilaksanakan. Terkadang kita tersadar
bahwa berharap pada manusia itu tidak boleh, tetapi toh tetap saja dilakukan. Ketika
tersakiti dan harapan-harapan itu hampa, baru tersadar oh ternyata memang benar
tidak boleh berharap pada manusia.
Dalam lingkungan kehidupan
kita, berharap pada manusia itu sangatlah dekat sekali. Misalnya, kita berharap
pada teman untuk membantu segala kesulitan yang kita miliki padahal seharusnya
kita berdo’a kepada Allah agar diberikan kelonggaran dan dikeluarkan dari
kesulitan, dan itu melalui jalan-Nya yang tidak terduga. Bisa melalui teman
dekat atau orang lain, jadi beda harapan melalui do’a tadi dengan sesuatu yang
terjadi dengan lantaran. Itulah tipisnya ketika harapan berubah menjadi sesuatu
yang menyekutukan Allah SWT.
Saya mengungkapkan ini
sekedar untuk mengingatkan diri saya, bahwa ternyata selain harapan pada
manusia itu bisa berujung pada sesuatu yang musyrik ternyata juga itu akan
sangat menyakitkan. Karena berharap pada manusia itu adalah sesuatu yang berada
diluar jangkauan kita. Nah, jadi saya sendiri menyadari bahwa ternyata berharap
pada manusia itu justru memiliki efek yang rangkap, yang satu sudah tersakiti
yang kedua malah dosa besar karena melakukan sesuatu yang musyrik.. hmmm...
Perlu dipertimbangkan lagi
dan perlu dilatih kembali bagaimana caranya agar tidak berharap pada manusia. Tetapi
ada keseimbangan antar perlakuan dan sikap kita sebagai manusia, segala sesuatunya
serahkan kepada Allah, kita hanya mampu berdo’a mudah-mudahan diberikan jalan
yang terbaik dari segala aktivitas yang kita lakukan.
Sebagai mahluk sosial dan
juga sebagai mahluk ciptaan Allah, kita butuh keseimbangan itu. Allah juga
telah memberikan gambaran bagaimana kita berlaku dengan hablumminannas dan hablumminallah.
Inilah kunci yang bisa menjadi petunjuk bahwa kita sebagai mahluk sosial yang
saling berinteraksi antara satu dengan lainnya. Sebagai rahmatan lil alamin.